10 Mei 2008

Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Pemasaran Perpustakaan

Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Pemasaran Perpustakaan:
Implikasinya Terhadap Pustakawan
A. Ridwan Siregar
Program Studi Perpustakaan dan Informasi
Universitas Sumatera Utara
ridwan@library.usu.ac.id
________________________________________
1. Pendahuluan
Teknologi Informasi yang dilukiskan sebagai perpaduan antara teknologi komputer dan teknologi komunikasi telah mempengaruhi cara hidup kita. Teknologi ini mengubah cara kita berkomunikasi dengan orang lain, dengan diri kita sendiri dan dengan dunia. Daya komputer, yang merupakan pusat dari teknologi ini memiliki kemampuan menyimpan informasi dalam jumlah besar di dalam ruang fisik yang termasuk kecil dipadukan dengan kemampuan menyampaikan sumberdaya tersebut melalui peralatan komunikasi atau jaringan.
Dewasa ini teknologi informasi memadukan informasi yang disimpan dalam bentuk dokumen dengan informasi yang dapat dilihat pada layar monitor yang terdiri dari kata, angka, diagram dan gambar. Model komunikasi dapat dilakukan melalui sambungan langsung (menggunakan berbagai jenis kabel) atau melalui penyiaran (broadcast). Informasi yang disajikan tidak saja dalam bentuk statis tetapi juga dinamis. Pengguna dapat berinteraksi dengan informasi tersebut dan dapat mengubahnya atau memberikan respons atau jawaban.
Perpustakaan yang secara tradisional merupakan sumberdaya utama produk informasi yang sebahagian besar dalam bentuk tercetak, tidak luput dari pengaruh teknologi ini. Perubahan peran teknologi informasi memperluas peran perpustakaan tradisional melampaui koleksi buku dan pelayanan berbasis cetak yang menjadi citranya hingga kini. Perpustakaan modern dewasa ini menyediakan spektrum menyeluruh produk dan pelayanan informasi, baik yang berbasis cetak maupun elektronik.
Suatu kenyataan di negara kita bahwa perpustakaan kurang berkembang dengan baik, baik jumlah maupun mutu pelayanannya. Jumlah perpustakaan yang ada belum mampu menjangkau semua masyarakat. Perpustakaan yang sudah ada pada umumnya kurang berdaya untuk meningkatkan mutu pelayanannya, sehingga sulit untuk berkembang mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat. Keadaan perpustakaan kita terkesan terbelakang dibandingkan dengan perkembangan di bidang lainnya.
Kondisi seperti itu diperkirakan penyebab utamanya rendahnya mutu sumberdaya manusia perpustakaan. Para manajer puncak perpustakaan dan pustakawan mungkin kurang peka terhadap perkembangan yang terjadi di sekitarnya, termasuk perkembangan di bidang teknologi informasi. Mereka sibuk dengan rutinitas yang dapat mematikan kreativitas dan daya innovasi mereka, sehingga mereka tidak mampu mencari terobosan (breakthrough) untuk meningkatkan pelayanan perpustakaan. Ketidakmampuan tersebut menyebabkan ketidakberdayaan perpustakaan untuk memenuhi keinginan masyarakat. Dan pada akhirnya bermuara pada ketidakberhasilan perpustakaan untuk memberdayakan masyarakat.
Salah satu aspek penting dalam manajemen perpustakaan adalah pemasaran produk dan pelayanannya. Lembaga induk perpustakaan yang biasanya juga sebagai penyedia dana, meminta perpustakaan untuk membuktikan bahwa dana yang diberikan telah dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Statistik penggunaan sumberdaya perpustakaan merupakan senjata, setidaknya untuk mempertahankan jumlah dana yang diterima, dan seharusnya dapat pula dijual kembali untuk mendapatkan jumlah dana yang lebih besar baik kepada lembaga induknya maupun kepada donor.
Pemanfaatan teknologi informasi untuk memasarkan produk perpustakaan telah digunakan secara luas terutama di negara yang lebih maju. Penyediaan katalog talian (online) yang dapat diakses tidak saja di dalam perpustakaan tetapi juga dari luar gedung perpustakaan merupakan salah satu contoh nyata yang dapat meningkatkan penggunaan sumberdaya yang dimiliki oleh perpustakaan. Dengan penyediaan fasilitas seperti itu, kesan masyarakat tentang perpustakaan dapat berubah sehingga mereka lebih tertarik untuk menggunakannya.
Teknologi informasi dan pemasaran perpustakaan adalah dua hal yang akan diuraikan dan dicoba dipadukan dalam tulisan ini. Tujuannya adalah terutama untuk menggugah dan memotivasi para pustakawan agar lebih terbuka terhadap perkembangan lingkungannya khususnya dalam bidang teknologi informasi dan pemasaran, dan kemudian diharapkan mampu mengaplikasikannya dalam perpustakaan.
2. Pemasaran Nirlaba
Ide menerapkan pemasaran pada organisasi nirlaba bukanlah merupakan sesuatu yang baru. Kotler (1995:5) menyebutkan bahwa sebuah seri artikel tentang penerapan pemasaran pada organisasi nirlaba telah ditulis antara tahun 1969 hingga 1973. Sejak itu para profesi pemasaran muncul ke depan untuk menunjukkan bahwa prinsip-prinsip pemasaran sesungguhnya mempunyai nilai-nilai produktif yang diperluas dan dapat diterapkan pada situasi dan organisasi yang berbeda.
Kotler (1995:6) selanjutnya menngatakan bahwa didorong sebagian karena banyaknya tekanan dan sebagian karena menariknya janji yang diberikan oleh pemasaran, para praktisi pelayanan kesehatan, pendidikan, kesenian, berebut menjangkau ilmu baru ini dan menggali kemungkinan-kemungkinannya. Langkah ini kemudian segera diikuti oleh ahli perpustakaan, ahli rekreasi, politikus, dan pimpinan organisasi lembaga sosial lainnya.
Sekarang, ide pemasaran nirlaba telah mencapai fase kematangan. Hal ini terbukti dengan tersedianya berbagai buku teks dan jurnal dalam bidang ini baik yang memuat bahasan yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Sebagai contoh, dalam bidang ilmu perpustakaan antara tahun 1974 hingga 1981, Norman menurut Kotler (1995:6) menemukan sekitar 80 judul artikel, buku dan makalah yang ditulis tentang beberapa aspek pemasaran. Diantaranya adalah "Marketing and Marketing Research: What the Library Manager Should Learn," Journal of Library Administration (1980); "The 'Marketization'of Libraries," Library Journal (1981); Publicity and Promotion for Information Services in University Libraries, Aslib Proceeding (1974), dan "Libraries: A Marketable Resource," Canadian Library Journal (1977).
Di Amerika Serikat menurut Kotler (1995:7), peminat dalam bidang pemasaran nirlaba terus berkembang. Ikatan praktisi di bidang nirlaba seperti seni, kesehatan, dan pendidikan telah masuk ke dalam kelompok peminat pemasaran. Disamping itu, lebih dari 2.000 eksekutif pemasaran bekerja di rumah sakit di A.S. Banyak organisasi konsultan bertebaran menawarkan jasanya sebagai spesialis pemasaran dalam sektor nirlaba.
Di Indonesia, beberapa seminar tentang pemasaran nirlaba telah digelar di beberapa kota. Dalam bidang ilmu perpustakaan, antara lain pernah diselenggarakan Lokakarya Pengguna dan Promosi Perpustakaan Perguruan Tinggi di Malang pada tanggal 25 hingga 28 Oktober 1993, dan Seminar Kiat-kiat Promosi Perpustakaan di Bandung pada tanggal 20 Desember 1993.
Tulisan ini tidak bermaksud menguraikan lebih jauh dan rinci tentang pemasaran, mereka yang berminat dapat membaca berbagai artikel dan buku teks yang telah banyak ditulis dalam bidang ini. Tetapi untuk memberikan gambaran, terutama bagi pendatang baru dalam bidang ini, beberapa aspek pemasaran akan diuraikan.
3. Rencana dan Teknik Pemasaran
White (1981:37) menyebutkan dua aspek penting dalam pemasaran pelayanan perpustakaan. Pertama, langkah-langkah apa yang yang harus dilakukan dalam pembuatan suatu rencana pemasaran. Kedua, metode atau teknik apa saja yang dapat digunakan pemasaran produk/pelayanan.
Pentingnya pemasaran untuk keberhasilan suatu perpustakaan tidak perlu ditekankan terlalu tinggi. Tetapi perlu diingat bahwa pelayanan dan produk yang paling innovatif dan bernilai sekalipun tidak berarti apa-apa jika pasar yang optimal untuk pelayanan dan produk tersebut tidak diidentifikasi dan/atau teknik pemasaran yang tepat tidak digunakan. Oleh karena itu, pembuatan suatu rencana pemasaran merupakan suatu komponen yang terpenting dari semua rencana perpustakaan.
Setelah memiliki struktur dasar dari suatu rencana pemasaran, barulah kita mengevaluasi teknik promosi pasar yang diperkirakan potensial dan efektif untuk digunakan. Tujuannya adalah untuk memilih suatu teknik seperti brosur, iklan, kontak perorangan, dll. yang dapat mendorong masyarakat untuk memberikan respons, baik dengan menggunakan produk/pelayanan ditawarkan dengan menyimpan bahan-bahan promosi untuk keperluan yang akan datang.
Agha (1996:23) merumuskan model pemasaran produk perpustakaan sebagai berikut:

4. Perkembangan Teknologi Informasi
Creth (1996) mengatakan bahwa teknologi informasi telah menciptakan informasi dengan mutu interaktif dan ekspansif yang tidak dialami sebelumnya, kemudian menjadikan informasi sebagai suatu komoditi utama. Informasi tidak lagi bersifat statis, tetapi secara terus- menerus dapat bertambah, nilainya berkembang sebagai data orisinal, pesan atau idenya semakin meluas. Disamping itu, kecepatan dan sambungan jaringan telah membuka saluran komunikasi di dalam organisasi dan selanjutnya menyeberangi batas organisasi dan seterusnya menyediakan suatu komunikasi seketika (real time) di antara manusia di seluruh dunia.
Disamping itu, teknologi informasi telah menciptakan suatu rasa penting dan membuka peluang baru untuk mengembangkan produk dan penyampaian pelayanan. Pada saat yang bersamaan, pengaruh teknologi informasi dalam proses komunikasi menantang asumsi dasar tentang struktur organisasi, hubungan kerja, dan sifat dan mutu pelayanan.
Beberapa ciri lingkungan informasi sekarang dan yang tumbuh, dimana pustakawan harus berperan, termasuk:
• akses terhadap berbagai informasi
• kecepatan yang meningkat dalam pemerolehan informasi
• kekompleksan yang lebih besar dalam mencari, menganalisis dan menghubungkan informasi
• teknologi yang berubah terus-menerus
• rendahnya standardisasi perangkat keras dan lunak
• belajar terus-menerus bagi pengguna dan staf perpustakaan
• investasi dana yang besar untuk teknologi
Kenyataan bahwa apapun label yang digunakan untuk menggambarkan keadaan lingkungan sekarang, seperti information age, global information village, pustakawan harus mencari jalan agar tetap tanggap secara efektif dan innovatif terhadap suatu lansekap yang beragam dalam memenuhi harapan pengguna. Ini diperlukan agar pustakawan dan perpustakaan mampu tetap berkembang dan survive di dalam institusi mereka.
Pustakawan harus melihat dirinya sendiri dan perpustakaannya sebagai jembatan penyedia pada masa lalu dan gerbang ke masa depan. Mereka harus membentuk kemitraan, koalisi dan koneksi baik secara teknologi, pribadi maupun secara organisasi, untuk memastikan suatu peran sentral pada abad keduapuluhsatu.
5. Automasi Perpustakaan
Komputer, sebagai sentral dari teknologi informasi, saat ini lebih produktif kira-kira 32 kali (3.200 persen) dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu, dan memberikan indikasi akan berkembang menjadi 32 kali lipat lebih produktif pada dekade yang akan datang. Untuk mengetahui perkembangan pemanfaatan komputer di bidang perpustakaan, kita selanjutnya akan melihat fase perkembangan automasi perpustakaan. Marquardt (1996:1) membagi perkembangan fungsi automasi perpustakaan ke dalam dua fase.
Sistem Sirkulasi, Pengatalogan, dan Pengadaan. Penggunaan komputer untuk pengawasan sirkulasi (circulation control) telah menggantikan kegiatan manual memfile kartu-kartu buku (check-out cards), perhitungan denda, dan pembuatan surat tagihan untuk buku yang terlambat dikembalikan. Kegiatan pengawasan sirkulasi pada dasarnya mirip dengan pengawasan persediaan (inventory control).

Tidak ada komentar: